Sabtu, 12 Desember 2020

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
NURMAH RACHMAN, S.Kep.,Ns.M.Med.Ed
Nomor Registrasi: 69 109 3412 0000 298 2018

Memahami pendidikan antikorupsi penting agar mahasiswa memahami dan bersedia mengikuti sistematika perkuliahan. Tujuan mata kuliah Pendidikan Antikorupsi, yaitu membangun kepribadian pada diri individu mahasiswa serta membangun kompetensi dan komitmen sebagai Agent of Change.
Kompetensi mahasiswa setelah mempelajari pendidikan antikorupsi adalah:
1. Mampu mencegah diri sendiri dari perilaku koruptif agar kelak tidak melakukan tindakan pidana korupsi
2. Kepekaan terhadap perilaku koruptif, agar mahasiswa berusaha tidak melakukan tindakan koruptif sekecil apapun, baik yang terkait uang ataupun tidak.
3. Mampu mencegah orang lain agar tidak berperilaku koruptif. 
4. Mampu mengingatkan keluarga, kerabat, teman-teman dan lingkungan sekitar.
5. Mampu memberikan informasi kepada orang lain mengenai korupsi dan antikorupsi
6. Mampu mendeteksi adanya perilaku koruptif dan memberikan respon termasuk melaporkan ke pihak terkait.

 

Kemampuan Kognitif:
Meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya, dapat menerapkan konsep, menghubungkan beberapa ide (sintesis) dan menganalisis. Bisa dicapai melalui materi ceramah, diskusi, tugas-tugas analisis atau penyelesaian masalah (problem solving)  
Kemampuan Afektif;
Menguatkan perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai. Bersedia mengubah sikap, setiap pertemuan dosen harus membangkitkan emosional dan sikap antikorupsi mahasiswa dengan cara menunjukkan bagaimana kasus-kasus korupsi berlangsung secara sistematik dan berdampak buruk pada berbagai sektor kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Kemampuan Psikomotorik:
Sudah sampai pada tahap perilaku, yaitu berani mengingatkan, menginformasikan dan mencegah orang lain berperilaku koruptif. Kemampuan ini diasah melalui tugas-tugas yang memerlukan aktivitas lapangan seperti observasi, investigasi, kampanye.

Metode-Metode Pembelajaran
Selain ceramah, Case Study, Skenario, Analisis Film, Membuat Prototipe dan Membuat alat Peraga Pendidikan antikorupsi.

Pengertian Korupsi
     Korupsi merupakan sebuah tindakan kriminal yang tidak hanya merugikan negara tetapi merusak tatanan kehidupan sosial dan ekonomi serta merusak demokrasi. Korupsi diturunkan dari bahasa Latin corruption yang berarti merusak, godaan, bujukan atau kemerosotan. Kata kerjanya adalah kehancuran, kebusukan, kerusakan, kemerosotan. Korupsi berarti kerusakan atau kebusukan segala sesuatu, terutama melalui penghancuran keutuhan dan penghancuran bentuk dengan akibat yang menyertainya yaitu kehilangan keutuhan, kerusakan: secara moral. Korupsi berarti penyelewengan atau penghancuran integritas dalam pelaksanaan kewajiban publik. Korupsi berarti penjungkir balikan segala sesuatu dari kondisi asli kemurnian, misalnya penyelewengan lembaga dan adat istiadat (Priyono, 2018:23) 
Untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa:
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerima uang sogok, dsb
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Perlu diperhatikan beberapa aspek praktik korupsi:
A. Charles Sampford - direktur Institute for Ethics, Governance and Law dari United Nations dan Grifith University, mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunan kekuasaan - yang diperoleh berkat kepercayaan (privat atau publik) - demi mendapatkan manfaat dan keuntungan bagi diri sendiri atau kelompok. Frasa kekuasaan merupakan titipan yang harus dipertanggung jawabkan kepada pemberi kekuasaan.
Adanya unsur kepercayaan sebagai basis kekuasaan membuat penerima kekuasaan memiliki kewajiban Moral untuk mempertanggungjawabkan kekuasaan seharusnya tidak diabdikan pada kepentingan diri ( secara egoistis) melainkan untuk melayani kepentingan pemberi kekuasaan.
B. Sampford, menjelaskan bahwa sebagai penyalahgunaan kekuasaan korupsi dapat dibedakan atas tiga macam: Grand Corruption; Petty Corruption; dan Political Corruption. Grand corruption berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan pada tingkat tinggi pemerintah. Grand corruption mendistorsi kebijakan negara dengan akibat kepentingan umum di korbankan demi kepentingan pejabat tinggi. Misalnya: alasan yang tidak seluruhnya jelas bagi publik. Petty corruption, berhubungan dengan penyalahgunaan kekuasaan yang lazim terjadi pada pejabat menengah kebawah dalam pelayanan sehari- hari terhadap masyarakat berkaitan dengan barang dan jasa. Pelayanan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan keamanan, termasuk dalam kategori petty corruption. Political corruption berkaitan dengan manipulasi kebijakan atau peraturan dalam hubungannya dengan alokasi sumber daya dan keuangan khususnya yang dilakukan oleh pengambil kebijakan politik.
C. Korupsi disebut juga kejahatan organisasi karena pelaku sering kali terjalin dengan organisasi formal. Dengan catatan, kejahatan korupsi kerap menjadi kejahatan berjamaah yang master mindnya sering kali adalah pejabat resmi yang terlibat dalam kegiatan ilegal lainnya.misalnya perjudian, ilegal logging, ilegal fishing human trafficking dsb.
D. Berkaitan dengan konsep korupsi sebagai kejahatan organisasi, mungkin perlu di katakan bahwa korupsi merupakan sebuah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dijalankan secara sistematis sehingga memiliki jaringan tidak hanya pada organisasi politik, tetapi juga pada organisasi bisnis, hukum, agama, dan budaya. Korupsi memiliki modus-modus tertentu antara lain gratifikasi, pemerasan, suap dan konflik kepentingan. 

Faktor Penyebab Korupsi
Korupsi dapat terjadi dimana saja dalam bentuk yang beranekaragam. Misalnya, korupsi material karena menyangkut penggunaan uang untuk kepentingan sendiri; korupsi politik, karena menyangkut kebijakan,yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan sehingga menimbulkan korupsi legislasi. Politik uang dapat dilihat sebagai korupsi politik. Kita mengenal korupsi intelektual yang menyangkut manipulasi informasi untuk mencapai tujuan tertentu yang semuanya merugikan masyarakat.
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaan akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
Arifin, (2000) mengidentifikasi faktor'faktor penyebab korupsi antara lain:
1. Aspek perilaku individu
2. Aspek organisasi, dan
3. Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.
Sedangkan Isa Wahyudi (2007), memberikan gambaran sebab-sebab melakukan korupsi berupa dorongan dari dalam dirinya, antara lain:
1. Sifat tamak manusia
2. Moral yang kurang kuat menghadapi godaan
3. Gaya hidup konsumtif
4. Tidak mau (malas) bekerja keras
Pendapat lain oleh Erry Riyana Hardjapamekas (2008) menyebutkan tingginya kasus korupsi disebabkan oleh:
1. Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa
2. Rendahnya Gaki Pegawai Negeri Sipil
3. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakkan hukum dan peraturan perundangan.
4. Rendahnya integritas dan profesionalisme
5. Mekanisme pengawasan internal
6. Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan, dan
7. Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu moral dan etika.

Nilai dan Prinsip Antikorupsi
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai antikorupsi yang tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai antikorupsi tersebut antara lain meliputi: kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggungjawab, kerja keras, sederhana, keberanian dan keadilan.
Nilai antikorupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Selain memiliki nilai-nilai antikorupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip'prinsip anti korupsi yaitu: akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/Institusi/ Masyarakat.
Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai antikorupsi merupakan satu kesatuan.
1. Kejujuran
Nilai kejujuran didalam kampus dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam bentuk tidak melakukan kecurangan akademik antara lain dapat berupa tidak mencontek saat ujian, tidak melakukan plagiarisme, dan tidak memalsukan nilai-nilai kejujuran juga dapat diwujudkan dalam kegiatan kemahasiswaan, misalnya membuat laporan keuangan kegiatan kepanitiaan dengan jujur.
2. Kepedulian
Nilai kepedulian dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam bentuk antara lain berusaha ikut memantau jalannya proses pembelajaran, memantau sistem pengelolaan sumber daya di kampus. Memantau kondisi infrastruktur lingkungan kampus. Nilai kepedulian juga dapat diwujudkan dalam bentuk mengindahkan seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku didalam kampus dan diluar kampus.
3. Kemandirian
Nilai kemandirian dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk mengerjakan soal ujian secara mandiri, mengerjakan tugas tugas akademik secara mandiri dan menyelenggarakan kegiatan memahasiswaan secara swadana.
4. Kedisiplinan
Nilai kedisiplinan dapat mewujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di kampus, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.
5. Tanggungjawab
Tanggungjawab merupakan nilai penting yang harus dihayati oleh mahasiswa. Penerapan tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar sungguh-sungguh, lulus tepat waktu dengan nilai Baik, mengerjakan tugas akademik dengan baik. Menjaga Amanah dan kepercayaan yang diberikan.
6. Kerja keras
Kerja keras dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata. Tidak melakukan jalan pintas, belajar dan mengerjakan tugas'tugas akademik dengam sungguh-sungguh
7. Sederhana
Nilai kesederhanaan dapat diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Baik di kampus maupun di luar kampus. Misalnya hidup sesuai dengan kemampuan, hidup sesuai dengan kebutuhan, tidak suka pamer kekayaan, dan lain sebagainya.
8. Keberanian
Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus dan di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran. Berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab dan lain sebahainya.
9. Keadilan
Nilai keadilan dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam kampus maupun di luar kampus. Antara lain dapat di wujudkan dalam bentuk selalu memberikan pujian tulus pada kawan yang berprestasi, tidak memilih kawan berdasarkan latar belakang sosial, dll

PRINSIP-PRINSIP ANTIKORUPSI
1. Akuntabilitas,
Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa di kampus, misalnya program-program kegiatan kemahasiswaan harus dibuat dengan mengindahkan aturan yang berlaku di kampus dan di jalankan sesuai dengan aturan
2. Transparansi
Prinsip transparansi dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus. Misalnya program kegiatan kemahasiswaan dan laporan kegiatannya harus dapat diakses oleh seluruh mahasiswa
3. Kewajaran
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus. Misalnya dalam penyusunan anggaran program kegiatan kemahasiswaan harus dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam menyusun laporan pertanggung jawaban, harus disusun dengan penuh tanggung jawab.
4. Kebijakan
Prinsip kebijakan juga dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus. Misalnya dalam membuat kebijakan atau aturan main tentang kegiatan kemahasiswaan harus mengindahkan seluruh aturan dan ketentuan yang berlaku di kampus.
5. Kontrol kebijakan
Prinsip kontrol kebijakan dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan kemahasiswa di kampus. Misalnya dengan melakukan kontrol pada kegiatan kemahasiswaan, mulai dari penyusunan program kegiatan, pelaksanaan program kegiatan, sampai dengan pelaporan

Upaya Pemberantasan Korupsi
Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum PIDANA akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Kita telah memiliki sebuah lembaga independen yang bernama " Komisi Pemberantasan Antikorupsi" (KPK)
Perlu dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat. Sehingga upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi.
Upaya penanggulangan kejahatan (korupsi) dengan Hukum Pidana. Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa di kenal dengan istilah politik kriminal atau criminal policy oleh G.Peter Hoefnagels dibedakan oleh Nawawi Arif, 2008:
1. Kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application)
2. Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment)
3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/ mass media) atau media lainnya seperti Penyuluhan, Pendidikan,dll
Sifat preventif bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi, yang memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang didalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. Menurut Rubin, pemidanaan apakah untuk menghukum atau memperbaiki sedikit atau tidak mempunyai pengaruh terhadap masalah kejahatan. Schultz, menyatakan bahwa naik turunnya kejahatan tidak berhubungan dengan perubahan didalam hukum atau kecenderungan dalam putusan pengadilan, tetapi berhubungan dengan bekerjanya atau berfungsinya perubahan-perubahan kultur yang besar dalam kehidupan masyarakat.

Peranan Mahasiswa dalam Pencegahan Korupsi
Mahasiswa mempunyai peran penting dalam menentukan perjalanan bangsa Indonesia. Dengan idealisme, semangat muda, dan kemampuan intelektual tinggi yang di milikinya mahasiswa mampu berperan sebagai Agen perubahan (Agent of Change). Peran mahasiswa tersebut terlihat menonjol dalam peristiwa-peristiwa besar seperti: Kebangkitan Nasional Tahun 1908; Sumpah Pemuda Tahun 1928; Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1945; Lahirnya Orde Baru Tahun 1966, dan Reformasi Tahum 1998. Maka tidak berlebihan jika mahasiswa diharapkan juga dapat menjadi Motor Penggerak Utama Gerakan Antikorupsi di Indonesia.
Berbagai upaya pemberantasan korupsipun sudah dilakukan. Berbagai peraturan pandangan tentang pemberantasan korupsi juga sudah dibuat. Namun harus diakui bahwa upaya pemberantasan korupsi dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya Angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dirumuskan sebagai serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan undang-undang tersebut menyiratkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur utama yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat.
Pencegahan adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku koruptif. Pencegahan sering disebut sebagai kegiatan Antikorupsi yang sifatnya preventif. Penindakan adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk menanggulangi atau memberantas terjadinya tindak pidana korupsi. Penindakan juga disebut sebagai kegiatan Kontra Korupsi yang sifatnya represif. Peran Serta Masyarakat adalah peran pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Antikorupsi adalah suatu gerakan jangka panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu pemerintah,swasta dan masyarakat. Dalam konteks ini mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat. Pada dasarnya korupsi itu terjadi jika ada pertemuan antara tiga faktor utama yaitu:  Niat, Kesempatan dan Kewenangan. Niat adalah unsur setiap tindak pidana yang lebih terkait dengan individu manusia, misalnya Perilaku dan Nilai-nilai yang dianut oleh seseorang. Sedangkan kesempatan, lebih terkait dengan sistem yang ada. Sementara kewenangan yang dimiliki seseorang akan secara langsung memperkuat kesempatan yang tersedia. Meskipun muncul niat dan terbuka kesempatan tetapi tidak diikuti oleh kewenangan, maka korupsi tidak akan terjadi. Dengan demikian korupsi tidak akan terjadi jika ketiga faktor tersebut, yaitu:Niat, Kesempatan, dan Kewenangan tidak ada dan tidak bertemu. Sehingga upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan ketiga faktor tersebut.

MANUSIA MEMILIKI POTENSI, Potensi itu merupakan sarana-sarana yang ada didalam diri seseorangyang berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri. Hanya dengan niat untuk memperbaiki diri 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar